Detail Berita

- 2025-04-24 00:49:47
- By Biro Humas
Prof. Zudan Ketum Korpri Ingatkan Pentingnya Kewenangan, Substansi, dan Prosedur Sebagai Pondasi Administrasi Pemerintahan
Setjen DPKN — Pelatihan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan Dewan Pengurus KORPRI Nasional (DPKN), 21 hingga 25 April 2025 terus berlangsung dengan antusiasme tinggi terbukti hadirnya 51 ASN peserta PKPA secara online. Memasuki hari ketiga (Rabu, 23/4/2025), tetap terjaga kehangatan suasana pembelajaran di PKPA dan dukungan dari pemateri yang terdiri dari pakar hukum, praktisi, dan akademisi terkemuka di Indonesia.
Zudan sebagai pemateri ke-5 di hari Ke-3 ini menjelaskan bahwa tindakan pemerintah yang bersifat yuridis dapat menimbulkan akibat hukum baik publik maupun privat. Sedangkan tindakan nonyuridis tidak menimbulkan akibat hukum apa pun jika tidak dilakukan. “Itulah pentingnya kehati-hatian. Jika sebuah tindakan tidak sesuai dengan kewenangan, substansi dan prosedur, maka dapat menimbulkan sengketa hukum,” jelas Prof. Zudan.
Prof. Zudan Arif Fakrulloh, SH, MH, membahas tentang Administrasi Pemerintahan dan kompleksitas regulasi yang menyertainya.
“Dalam tata kelola pemerintahan, kita mengenal tiga jenis urusan: urusan absolut yang menjadi kewenangan pusat, urusan konkuren yang dikerjakan bersama antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, serta urusan pemerintahan umum yang menjadi kewenangan Presiden dan didelegasikan ke kepala daerah,” ujar Prof. Zudan dalam paparannya di hadapan peserta.
Zudan juga memaparkan berbagai risiko yang dapat muncul dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan. Menurutnya, risiko operasional dapat terjadi jika tindakan tidak memenuhi syarat yang ditentukan. Sementara risiko likuiditas muncul saat pendapatan tidak mencukupi pengeluaran daerah. “Sebagai contoh, ada daerah yang gagal bayar karena pendapatan belum masuk tetapi belanja sudah dilakukan. Ini bisa disebabkan target pendapatan yang tak tercapai, bencana alam, rendahnya kualitas SDM, atau sistem kerja yang belum mutakhir,” jelasnya.
Prof. Zudan juga menyinggung risiko reputasi yang kerap muncul di daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi, inflasi yang tak terkendali, dan meningkatnya angka kriminalitas. Adapun risiko hukum, lanjutnya, dapat terjadi jika hak dan kewajiban dalam suatu peraturan tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
“Untuk menghindari risiko ini, kita harus mempedomani norma,” tegasnya. “Norma adalah kehendak negara yang dituangkan dalam bentuk peraturan yang berisi perintah, larangan, ijin, dispensasi, dan kebolehan," sambung beliau.
Lebih lanjut, Guru Besar Hukum Tata Negara tersebut menjelaskan pentingnya memahami kewenangan dalam bertindak. Ia menyebut bahwa dalam Pasal 17 dan 18 UU No. 30 Tahun 2014, ada tiga hal yang harus diperhatikan: pertama, kewenangan harus benar, tidak boleh terjadi percampuran kewenangan, dan tidak boleh bertindak sewenang-wenang.
Kedua, "substansi juga harus jadi tolok ukur dalam setiap tindakan hukum,” imbuhnya. “Tindakan hukum yang benar adalah yang substansinya selaras dengan tujuan yang hendak dicapai. Ketiga, prosedur, dalam konteks birokrasi modern, saya menekankan pentingnya keberadaan dan penyederhanaan prosedur". Ia mengangkat contoh perubahan prosedur pengurusan KTP pada tahun 2006 saat ia menjabat sebagai Dirjen Dukcapil Kemendagri. “Dulu bikin KTP harus lewat RT, RW, dan Kecamatan. Tapi setelah kita punya database kependudukan nasional, prosedur itu dipangkas. Inilah contoh bagaimana digitalisasi bisa meningkatkan efisiensi,” katanya.
Terkait aspek hukum administratif, ia menjelaskan bahwa tindakan pemerintah yang bersifat yuridis dapat menimbulkan akibat hukum baik publik maupun privat. Sedangkan tindakan non-yuridis tidak menimbulkan akibat hukum apa pun jika tidak dilakukan. “Itulah pentingnya kehati-hatian. Jika sebuah tindakan tidak sesuai dengan kewenangan, substansi dan prosedur, maka dapat menimbulkan sengketa hukum,” jelas Prof. Zudan.
Di akhir sesi, Zudan menekankan bahwa setiap tindakan administrasi pemerintahan harus dijalankan berdasarkan fondasi kewenangan, substansi, dan prosedur, sehingga tidak menimbulkan cacat hukum, pungkasnya.
Sesi diakhiri dengan diskusi interaktif yang melibatkan para peserta. Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya pertanyaan dari diskusi yang berlangsung.
Pemaparan Rabu ini ditutup oleh Dr. Muamlimin Abdi, SH, MH (Ketua Departemen Advokasi dan Bantuan Hukum DPKN/Ketua LKBH Korpri Nasional) dengan materi berjudul Hukum Acara Pengadilan Hak Asasi Manusia. Diharapkan oleh Mualimin, para ASN dapat dibekali dengan pemahaman bahwa setiap orang memiliki HAM dan tidk boleh melanggar HAM orang lain. Mualimin juga menjelaskan pelanggaran HAM terdiri dari pelanggaran HAM dan pelanggaran HAM Berat, tuturNya.
Share:

Biro Humas
Korps Pegawai Republik Indonesia sebagai satu-satunya wadah bagi Pegawai Republik Indonesia selalu berupaya terus menerus dalam menumbuhkan fungsinya sebagai perekat dan pemersatu bangsa, menjaga netralitas, dan hanya berkomitmen tegak lurus terhadap kepentingan bangsa dan negara.