Detail Berita
- 2023-12-12 13:37:42
- By Biro Humas
NETRALITAS ASN MENJADI SALAH SATU KUNCI SUKSES PEMILU
Humas DPKN - Tahapan pemilu sudah memasuki masa kampanye. Kementerian PANRB mengingatkan akan perlunya kehati-hatian dan netralitas bagi kalangan ASN.
"Netralitas ASN adalah refleksi atas penyelenggaraan Pemilu yang bebas dan adil. Juga dengan netralitas tersebut sumber daya negara yaitu birokrasi, keuangan dan kewenangan tidak dimanipulasi untuk kepentingan salah satu pihak, yang bisa berdampak pada kompetisi yang tidak setara dan kompetitif," jelas Asisten Deputi Penguatan Budaya Kerja SDM Aparatur Kementerian PANRB, Dra. Damayani Tyastianti sebagai narasumber pertama pada Webinar Korpri Menyapa ASN Seri-41, Selasa (12/12/2023).
Damayani menegaskan dampak positif dari netralitas adalah ASN akan selalu dipercaya publik. "Prinsip dari netralitas sesuai dengan Pasal 2 huruf f UU No. 5 Tahun 2014 adalah tidak boleh berpihak; bebas dari pengaruh; dan bersifat imparsial dalam pelayanan publik, pengambilan kebijakan, manajemen ASN dan politik."
Ia pun tak lupa menyebutkan dasar hukum lainnya, yakni UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN, UU No. 10 Tahun 2016, PP No. 11 Tahun 2017, PP No. 42 Tahun 2004, dan PP No. 94 Tahun 2021.
Ada pula Keputusan Bersama Satgas Netralitas terdiri Menteri PANRB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN, Ketua Bawaslu tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan.
Selain itu, SE Kementerian PANRB No. 01 Tahun 2023 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan; dan SE No. 18/2023 tentang Netralitas Bagi Pegawai yang Memiliki Pasangan Suami/Istri Berstatus Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Calon Anggota Legislatif, dan Calon Presiden/Wakil Presiden.
Damayani mengungkapkan, sepanjang 2020-2021 dari sebanyak 2.034 ASN yang dilaporkan melanggar asas netralitas, terdapat 1.596 ASN atau 78,5% terbukti melanggar dan dijatuhi sanksi. "Sebanyak 1.373 ASN atau 86,0% telah ditindakanjuti oleh PPK dengan penjatuhan sanksi."
Adapun kategori pelanggaran berupa kampanye/sosialisasi di media sosial (30,4%); berpihak kepada salah satu pasangan calon (22,4%); berfoto bersama pasangan calon dengan mengikuti simbol gerakan tangan yang mengindikasikan keberpihakan (12,6%); menghadiri deklarasi pasangan calon peserta pilkada (10,9%); melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala/wakil kepala daerah (5,6%).
Damayani menyebutkan penyebab ASN tidak netral adalah karena "pull factor", yakni ikatan persaudaraan, utang budi, dan kesamaan latar belakang. Penyebab lainnya adalah "push factor", yakni kepentingan karier, tekanan calon kader sekaligus atasan ASN incumbent yang mencalonkan diri atau ikut kembali dalam pencalonan.
"Pemerintah telah mengupayakan pencegahan pelanggaran netralitas ASN. "Antara lain tadi melalui Keputusan Bersama Satgas Netralitas, kemudian memberikan penguatan pada pembentukan talent pool, melalui talent classification, talent development, talent mobility dan talent retention."
Sanksi ASN yang tidak netral dikenakan sanksi moral berdasarkan Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3) PP No. 42 Tahun 2004. Sedangkan sanksi moral yang diberikan oleh instansi yang berwenang dan diumumkan secara terbuka. Adapula sanksi moral tertutup, diberikan secara tertutup atau terbatas.
Sementara narasumber kedua, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejagung RI, Didik Istiyanta, SH MH membahas hukuman disiplin kepada PNS karena melanggar peraturan disiplin PNS berdasarkan Pasal 1 ayat (7) PP No. 94 Tahun 2021.
Terdiri hukuman disiplin sedang [Pasal 8 ayat (3) PP No. 94 Tahun 2021, berupa: 1. pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% selama 6 bulan; b. pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% selama 9 bulan atau; c. pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% selama 12 bulan
Hukuman disiplin berat berdasarkan Pasal 8 ayat (3) PP No. 94 Tahun 2021 berupa: 1. Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan; 2. Pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan; 3. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN pada Paragraf 9 tentang Pemberhentian, pada Pasal 52 disebutkan pemberhentian bagi ASN atas permintaan sendiri dan tidak atas permintaan sendiri. "Pemberhentian atas permintaan sendiri dilakukan apabila Pegawai ASN mengundurkan diri."
Sedangkan pemberhentian tidak atas permintaan sendiri bagi Pegawai ASN dilakukan apabila: a.) melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b.) meninggal dunia; c.) mencapai batas usia pensiun jabatan dan/atau berakhirnya masa perjanjian kerja; d.) terdampak perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah.
Selain itu karena: e.) tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban; f.) tidak berkinerja; g.) melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat; h.) dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun; i.) dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; j.) menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Seluruh alasan pemberhentian tersebut dilakukan secara hormat dan tidak tergantung pada alasannya. "Sedangkan pemberhentian pegawai ASN karena sebab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf g, huruf i, dan huruf j dikategorikan sebagai pemberhentian tidak dengan hormat," demikian Didik mengutip bunyi Pasal 52 ayat (4), "Begitulah UU No. 20 Tahun 2023 yang membahas soal pemberhentian pada PNS."
Sementara itu, Ketua Umum DPKN Prof Zudan Arif Fakrulloh menekankan agar para ASN memegang teguh UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN beserta semua PP-nya, dan UU Administrasi Pemerintahan. "UU Administrasi Pemerintahan ini mengingatkan untuk bertindak secara benar harus memenuhi 3 unsur, yaitu kewenangannya benar, prosedurnya benar dan tujuannya benar."
Demikian pula, setiap ASN mesti memahami konteks UU Pemilu baik yang mengatur Pileg dan Pilpres serta UU yang mengatur Pilkada. "Sebab, tahun 2024 ini di Indonesia full dengan dinamika politik yang sangat tinggi. ASN karena memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat pasti akan digoda dan ditarik-tarik ke kiri dan ke kanan untuk mendukung calon bupati, wali kota dan gubernur tertentu."
Namun Zudan kembali menegaskan, ASN harus tegak lurus dengan negara. "Korpri tetap mendorong netralitas ASN, program pemerintah tidak boleh berhenti," demikian dia menegaskan.
Share:
Biro Humas
Korps Pegawai Republik Indonesia sebagai satu-satunya wadah bagi Pegawai Republik Indonesia selalu berupaya terus menerus dalam menumbuhkan fungsinya sebagai perekat dan pemersatu bangsa, menjaga netralitas, dan hanya berkomitmen tegak lurus terhadap kepentingan bangsa dan negara.